This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 18 Maret 2012

Core Layer, Aggregation Layer (Distribution), dan Acces Layer

Topologi merupakan suatu gambaran struktur dari suatu jaringan atau bagaimana sebuah jaringan itu didesain. Dalam definisi, topologi terbagi menjadi dua, yaitu topologi fisik (physical topology) yang menunjukan posisi pemasangan kabel secara fisik dan topologi logik (logical topology) yang menunjukan bagaimana suatu media diakses oleh host. Sedangkan dari jenis-jenis topologi, topologi itu sendiri terbagi menjadi 5 bagian yaitu : Topologi Bus, Topologi Ring, Topologi Star, Topologi Hirarki, dan Topologi Mesh. Di setiap jenisnya, topologi mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan jika kita ingin membuat sebuah jaringan tentunya kita harus mengenali terlebih dahulu kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis topologi agar penerapannya nanti sesuai dengan harapan. Nah, di dalam setiap jenis topologi terdapat 3 jenis layer (lapisan) yang berbeda, yaitu Core Layer, Distribution Layer, dan Acces Layer. Setiap layer mempunyai peranan dan fungsi-fungsi tertentu yang mendefinisikan perannya di dalam sebuah jaringan. Untuk lebih jelasnya silakan simak penjelasan dari masing-masing layer di bawah ini : 
  1. Core layer Core layer merupakan layer inti dalam sebuah jaringan dan layer ini pula lah yang akan bertanggung jawab atas lalu lintas yang terjadi dalam jaringan tersebut. Tujuannya hanyalah untuk men-switch traffic agar penyampaiannya pasti dan cepat. Namun, Core layer juga bisa mengalami kegagalan, dan desain fault tolerance.
    • Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh Core layer, yaitu :
      - Tidak boleh menggunakan acces list, packet filtering, dan routing VLAN.
      - Tidak boleh memperluas jaringan dengan kecepatan dan kapasitas yang lebih besar.
      - Tidak boleh juga mendukung akses workgroup dalam jaringan. 
    • Dan yang boleh dilakukan oleh Core layer :
      - Melakukan desain untuk kecepatan dan latency rendah.
      - Menggunakan protokol routing dengan waktu konvergensi yang rendah.
      - Melakukan desain protokol jaringan cepat (high speed), misalnya Fast Ethernet 100Mbps, Gigabit Ethernet, ATM atau FFDI. 
    • Berikut contoh beberapa Device yang termasuk dalam Core layer :
      -Catalyst switches seperti seri 6000, 5000, dan 4000 (digunakan pada LAN)
      -Cisco switches seperti seri 7000, 7200, 7500, dan 12000 (digunakan pada WAN)
      -T-1 and E-1 lines, Frame relay connections, ATM networks, Switched Multimegabit Data Service (SMDS)
      -Cisco XR 12000 Series Router -Cisco 7600 Series Router -Cisco Carrier Routing System -Cisco ASR 1000 Series Aggregation Services Routers -Cisco ASR 9000 Series Aggregation Services Routers
  2. Aggregation layer (Distribution layer) Aggregation layer atau yang biasa disebut dengan Distibution layer adalah layer yang berfungsi untuk menyediakan routing, akses WAN, filtering dan untuk menentukan sebuah jalan terbaik yang akan dipakai oleh jaringan dalam menangani permintaan layanan. Setelah jalan terbaik telah dipilih maka permintaaan tersebut akan diteruskan ke layer inti (Core layer). Dan layer inti pun akan melaksanakan tugasnya untuk meneruskan permintaan itu ke layanan yang sesuai. Sebagai contoh jika di unniversitas saya, Distribution layer diterapkan disetiap fakultas-fakultas yang ada dan disetiap fakultas memiliki beberapa jurusan. Nah, Distribution layer ini berfungsi untuk menghubungkan beberapa jurusan tersebut ke dalam satu workgroup. Dan untuk membagi/ membuat segmen-segmen jaringan pada setiap workgroupnya.
    • Distribution layer mempunyai beberapa fungsi, diantaranya yaitu :
      - Address atau Jaringan LAN
      - Routing dari VLAN -mendefinisikan Broadcast/ multicast domain
      - Akses ke department atau ke workgroup -Routing statis redistribusi
      - Menyaring lalu lintas yang menarik dan memblokir lalu lintas yang tidak menarik
      - dan kemanan jaringan (firewall). 
    • Berikut beberapa Device yang termasuk Aggregration/ Distribution layer :
      -Cisco ASR 1000 Series Aggregation Services Routers
      -Cisco Catalyst 6500 Series Switches
  3. Acces layer Layer ini disebut juga dengan layer desktop. Dan pada layer ini disediakan pula akses jaringan untuk user/workgroup ke Internetwork. Acces layer memang di desain untuk menyediakan fasilitas akses ke jaringan. Dan fungsi utama dari Acces layer adalah menjadi sarana bagi user untuk berhubungan dengan jaringan luar. Selanjutnya router akan melakukan acces list dan penyaringan/ filtering data, tempat pembuatan collison domain yang di segmentasi (terpisah). Di layer ini juga dilakukan routing statis seperti teknologi pada Ethernet switching dalam lapisan akses jaringan dan DDR (Double Data Rate).
    • Acces layer mempunyai fungsi yang diantaranya adalah :
      - Switched bandwidth
      - Shared bandwidth - Microsegmentation
      - MAC layer filtering 
    • Dan dibawah ini ada beberapa Device yang termasuk kedalam Acces layer :
      -Cisco 3900 Series Integrated Services Routers
      -Cisco 1900 Series Integrated Services Routers
      -Cisco 2900 Series Integrated Services Routers

Selasa, 06 Maret 2012

Variable Length Subnetting Mask (VLSM)


Metode  VLSM adalah metode yang
memberikan suatu  Network  Address 
lebih dari satu subnet mask.
Perhitungan IP  Address menggunakan
metode VLSM adalah metode yang berbeda
dengan memberikan suatu  Network  Address 
lebih dari satu  subnet  mask, jika
menggunakan CIDR dimana suatu  Network 
ID hanya memiliki satu  subnet   mask  saja, 
perbedaan yang mendasar disini juga adalah
terletak pada pembagian blok, pembagian
blok VLSM bebas dan hanya dilakukan oleh
si pemilik  Network  Address yang telah
diberikan kepadanya atau dengan kata lain
sebagai IP address  local dan IP  Address ini 
tidak  dikenal dalam jaringan  Internet,
namun tetap dapat melakukan koneksi
kedalam  jaringan  Internet, hal ini terjadi
dikarenakan jaringan  Internet hanya
mengenal IP Address  berkelas.
Dalam penerapan IP  Address menggunakan
metode VLSM agar tetap dapat 
berkomuni kasi kedalam jaringan  Internet 
sebaiknya pengelolaan  network-nya dapat 
memenuhi persyaratan ;  routing   protocol 
yang digunakan harus mampu membawa
informasi mengenai notasi  prefix untuk
setiap  rute broadcast-nya ( routing  protocol :
RIP,   IGRP, EIGRP, OSPF dan  lainnya,
bahan bacaan lanjut  protocol  routing: CNAP
1-2),   semua perangkat  router  yang
digunakan dalam jaringan harus mendukung
metode  VLSM yang  menggunakan
algoritma penerus paket informasi. 

Tahapan perihitungan menggunakan VLSM
IP  Address yang ada dihit ung menggunakan
CIDR selanjutnya baru dipecah kembali
menggunakan VLSM, sebagai contoh :
130.20.0.0/20 
Kita hitung jumlah  subnet terlebih dahulu
menggunakan CIDR, maka didapat

11111111.11111111. 11110000.00000000
=/20

Jumlah angka binary 1 pada 2 oktat terakhir
subnet adalah 4 maka

Jumlah subnet = (2x) = 24 = 16

Maka blok tiap subnet-nya adalah:
Blok subnet ke 1 = 130.20.0.0/20
Blok subnet ke 2 = 130.20.16.0/20
Blok subnet ke 3 = 130.20.32.0/20
Dst … sampai dengan
Blok subnet ke 16 = 130.20.240.0/20
Selanjutnya kita ambil nilai  blok ke 3 dari
hasil CIDR yaitu 130.20.32.0 kemudian:

·  Kita pecah menjadi 16 blok  subnet,
dimana nilai 16 diambil dari hasil
perhitungan subnet pertama yaitu /20 =
(2x) = 24 = 16
·  Selanjutnya nilai  subnet di ubah
tergantung kebutuhan untuk
pembahasan ini kita gunakan /24, maka
didapat 130.20.32.0/24 kemudian
diperbanyak menjadi 16   blok  lagi
sehingga didapat 16 blok  baru yaitu:
Blok  subnet  VLSM 1-1=130.20.32.0/24
Blok  subnet  VLSM 1-2=130.20.33.0/24
Blok  subnet  VLSM 1-3=130.20.34.0/24 
Blok  subnet  VLSM 1-4=130.20.35.0/24 
Dst … sampai dengan
Blok  subnet  VLSM 1-16=130.20.47/24 
·  Selanjutnya kita ambil kembali nilai ke
1 dari  blok  subnet VLSM 1 -1 yaitu
130.20.32.0 kemudian kita pecah
menjadi 16:2 = 8  blok   subnet lagi,
namun  oktat  ke 4 pada  Network ID
yang kita ubah juga menjadi 8  blok 
kelipatan dari 32 sehingga didapat :
B.  subnet VLSM 2-1=130.20.32.0/27
B.  subnet VLSM 2-2=130.20.32.32/27
B.  subnet VLSM 2-3=130.20.33.64/27
B.  subnet VLSM 2-4=130.20.34.96/27
B. s.  VLSM 2-5=130.20.35.128/27
B. s.  VLSM 2-6=130.20.36.160/27
B. s. VLSM 2-1=130.20.37.192/27
B. s. VLSM 2-1=130.20.38.224/27

Metode VLSM hampir serupa dengan CIDR
hanya  blok  subnet hasil daro CIDR dapat
kita  bagi lagi menjadi sejumlah  Blok subnet 
dan  blok IP  address yang lebih banyak dan
lebih  kecil lagi. 
Variable   Length  Subnet Mask (VLSM)  juga
dapat diartikan sebagai  teknologi kunci pada
jaringan skala besar. Mastering konsep
VLSM tidak mudah, namun VLSM adalah
sangat penting dan bermanfaat untuk
merancang jaringan. 

Manfaat dari VLSM adalah:
·  Efisien menggunakan alamat IP:
alamat IP yang dialokasikan sesuai
dengan kebutuhan ruang  host  setiap
subnet.
·  VLSM mendukung hirarkis menangani
desain sehingga dapat secara efektif
mendukung rute  agregasi , juga disebut
route summarization .
·  Yang terakhir dapat berhasil
mengurangi jumlah rute di  routing
table oleh berbagai jaringan  subnets 
dalam satu ringkasan alamat. Misalnya
subnets 192.168.10.0/24,
192.168.11.0/24 dan 192.168.12.0/24
semua akan dapat diringkas menjadi
192.168.8.0/21.

CIDR (Classless Inter-Domain Routing)


Ini saatnya kita mempelajari teknik penghitungan subnetting. Penghitungan subnetting bisa dilakukan dengan dua cara, cara binary yang relatif lambat dan cara khusus yang lebih cepat. Pada hakekatnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berkisar di empat masalah: Jumlah Subnet, Jumlah Host per Subnet, Blok Subnet, dan Alamat Host- Broadcast.
Penulisan IP address umumnya adalah dengan 192.168.1.2. Namun adakalanya ditulis dengan 192.168.1.2/24, apa ini artinya? Artinya bahwa IP address 192.168.1.2 dengan subnet mask 255.255.255.0. Lho kok bisa seperti itu? Ya, /24 diambil dari penghitungan bahwa 24 bit subnet mask diselubung dengan binari 1. Atau dengan kata lain, subnet masknya adalah: 11111111.11111111.11111111.00000000 (255.255.255.0). Konsep ini yang disebut dengan CIDR (Classless Inter-Domain Routing) yang diperkenalkan pertama kali tahun 1992 oleh IEFT.
Pertanyaan berikutnya adalah Subnet Mask berapa saja yang bisa digunakan untuk melakukan subnetting? Ini terjawab dengan tabel di bawah:
Subnet Mask
Nilai CIDR
255.128.0.0
/9
255.192.0.0
/10
255.224.0.0
/11
255.240.0.0
/12
255.248.0.0
/13
255.252.0.0
/14
255.254.0.0
/15
255.255.0.0
/16
255.255.128.0
/17
255.255.192.0
/18
255.255.224.0
/19
Subnet Mask
Nilai CIDR
255.255.240.0
/20
255.255.248.0
/21
255.255.252.0
/22
255.255.254.0
/23
255.255.255.0
/24
255.255.255.128
/25
255.255.255.192
/26
255.255.255.224
/27
255.255.255.240
/28
255.255.255.248
/29
255.255.255.252
/30
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS C
Ok, sekarang mari langsung latihan saja. Subnetting seperti apa yang terjadi dengan sebuah NETWORK ADDRESS 
192.168.1.0/26 ?
Analisa: 192.168.1.0 berarti kelas C dengan Subnet Mask /26 berarti 11111111.11111111.11111111.11000000 (255.255.255.192).
Penghitungan: Seperti sudah saya sebutkan sebelumnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berpusat di 4 hal, jumlah subnet, jumlah host per subnet, blok subnet, alamat host dan broadcast yang valid. Jadi kita selesaikan dengan urutan seperti itu:
1.             Jumlah Subnet = 2x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada oktet terakhir subnet mask (2 oktet terakhir untuk kelas B, dan 3 oktet terakhir untuk kelas A). Jadi Jumlah Subnet adalah 22= 4 subnet
2.             Jumlah Host per Subnet = 2y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada oktet terakhir subnet. Jadi jumlah host per subnet adalah 26 – 2 = 62 host
3.             Blok Subnet = 256 – 192 (nilai oktet terakhir subnet mask) = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
4.             Bagaimana dengan alamat host dan broadcast yang valid? Kita langsung buat tabelnya. Sebagai catatan, host pertama adalah 1 angka setelah subnet, dan broadcast adalah 1 angka sebelum subnet berikutnya.
Subnet
192.168.1.0
192.168.1.64
192.168.1.128
192.168.1.192
Host Pertama
192.168.1.1
192.168.1.65
192.168.1.129
192.168.1.193
Host Terakhir
192.168.1.62
192.168.1.126
192.168.1.190
192.168.1.254
Broadcast
192.168.1.63
192.168.1.127
192.168.1.191
192.168.1.255
Kita sudah selesaikan subnetting untuk IP address Class C. Dan kita bisa melanjutkan lagi untuk subnet mask yang lain, dengan konsep dan teknik yang sama. Subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class C adalah seperti di bawah. Silakan anda coba menghitung seperti cara diatas untuk subnetmask lainnya.
Subnet Mask
Nilai CIDR
255.255.255.128
/25
255.255.255.192
/26
255.255.255.224
/27
255.255.255.240
/28
255.255.255.248
/29
255.255.255.252
/30
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS B
Berikutnya kita akan mencoba melakukan subnetting untuk IP address class B. Pertama, subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class B adalah seperti dibawah. Sengaja saya pisahkan jadi dua, blok sebelah kiri dan kanan karena masing-masing berbeda teknik terutama untuk oktet yang “dimainkan” berdasarkan blok subnetnya. CIDR /17 sampai /24 caranya sama persis dengan subnetting Class C, hanya blok subnetnya kita masukkan langsung ke oktet ketiga, bukan seperti Class C yang “dimainkan” di oktet keempat. Sedangkan CIDR /25 sampai /30 (kelipatan) blok subnet kita “mainkan” di oktet keempat, tapi setelah selesai oktet ketiga berjalan maju (coeunter) dari 0, 1, 2, 3, dst.
Subnet Mask
Nilai CIDR
255.255.128.0
/17
255.255.192.0
/18
255.255.224.0
/19
255.255.240.0
/20
255.255.248.0
/21
255.255.252.0
/22
255.255.254.0
/23
255.255.255.0
/24
Subnet Mask
Nilai CIDR
255.255.255.128
/25
255.255.255.192
/26
255.255.255.224
/27
255.255.255.240
/28
255.255.255.248
/29
255.255.255.252
/30
Ok, kita coba dua soal untuk kedua teknik subnetting untuk Class B. Kita mulai dari yang menggunakan subnetmask dengan CIDR /17 sampai /24. Contoh network address 172.16.0.0/18.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /18 berarti 11111111.11111111.11000000.00000000 (255.255.192.0).
Penghitungan:
1.             Jumlah Subnet = 2x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada 2 oktet terakhir. Jadi Jumlah Subnet adalah 22 = 4 subnet
2.             Jumlah Host per Subnet = 2y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada 2 oktet terakhir. Jadi jumlah host per subnet adalah 214 – 2 = 16.382 host
3.             Blok Subnet = 256 – 192 = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
4.             Alamat host dan broadcast yang valid?
Subnet
172.16.0.0
172.16.64.0
172.16.128.0
172.16.192.0
Host Pertama
172.16.0.1
172.16.64.1
172.16.128.1
172.16.192.1
Host Terakhir
172.16.63.254
172.16.127.254
172.16.191.254
172.16.255.254
Broadcast
172.16.63.255
172.16.127.255
172.16.191.255
172.16..255.255
Berikutnya kita coba satu lagi untuk Class B khususnya untuk yang menggunakan subnetmask CIDR /25 sampai /30. Contoh network address 172.16.0.0/25.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /25 berarti 11111111.11111111.11111111.10000000 (255.255.255.128).
Penghitungan:
1.             Jumlah Subnet = 29 = 512 subnet
2.             Jumlah Host per Subnet = 27 – 2 = 126 host
3.             Blok Subnet = 256 – 128 = 128. Jadi lengkapnya adalah (0, 128)
4.             Alamat host dan broadcast yang valid?
Subnet
172.16.0.0
172.16.0.128
172.16.1.0
172.16.255.128
Host Pertama
172.16.0.1
172.16.0.129
172.16.1.1
172.16.255.129
Host Terakhir
172.16.0.126
172.16.0.254
172.16.1.126
172.16.255.254
Broadcast
172.16.0.127
172.16.0.255
172.16.1.127
172.16.255.255
Masih bingung juga? Ok sebelum masuk ke Class A, coba ulangi lagi dari Class C, dan baca pelan-pelan 
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS A
Kalau sudah mantab dan paham, kita lanjut ke Class A. Konsepnya semua sama saja. Perbedaannya adalah di 
OKTET mana kita mainkan blok subnet. Kalau Class C di oktet ke 4 (terakhir), kelas B di Oktet 3 dan 4 (2 oktet terakhir), kalau Class A di oktet 2, 3 dan 4 (3 oktet terakhir). Kemudian subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class A adalah semua subnet mask dari CIDR /8 sampai /30.
Kita coba latihan untuk network address 
10.0.0.0/16.
Analisa: 10.0.0.0 berarti kelas A, dengan Subnet Mask /16 berarti 11111111.11111111.00000000.00000000 (255.255.0.0).
Penghitungan:
1.             Jumlah Subnet = 28 = 256 subnet
2.             Jumlah Host per Subnet = 216 – 2 = 65534 host
3.             Blok Subnet = 256 – 255 = 1. Jadi subnet lengkapnya: 0,1,2,3,4, etc.
4.             Alamat host dan broadcast yang valid?
Subnet
10.0.0.0
10.1.0.0
10.254.0.0
10.255.0.0
Host Pertama
10.0.0.1
10.1.0.1
10.254.0.1
10.255.0.1
Host Terakhir
10.0.255.254
10.1.255.254
10.254.255.254
10.255.255.254
Broadcast
10.0.255.255
10.1.255.255
10.254.255.255
10.255.255.255

Catatan: Semua penghitungan subnet diatas berasumsikan bahwa IP Subnet-Zeroes (dan IP Subnet-Ones) dihitung secara default. Buku versi terbaru Todd Lamle dan juga CCNA setelah 2005 sudah mengakomodasi masalah IP Subnet-Zeroes (dan IP Subnet-Ones) ini. CCNA pre-2005 tidak memasukkannya secara default (meskipun di kenyataan kita bisa mengaktifkannya dengan command ip subnet-zeroes), sehingga mungkin dalam beberapa buku tentang CCNA serta soal-soal test CNAP, anda masih menemukan rumus penghitungan Jumlah Subnet = 2x – 2